www.kantorhukumpuguhtriwibowo.com - Sebelum kita jauh melangkah membahas pembagian waris menurut perdata jika suami meninggal dunia, sebaiknya kita harus memahami Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terlebih dahulu. Dalam buku kedua tentang kebendaan, pada pasal 528 KUH Perdata " Atas sesuatu kebendaan seorang dapat mempunyai, baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai hasil, baik hak pengabdian tanah, baik hak gadai atau hipotik" .
Pasal 528 KUH Perdata juga terdapat pada baigan kedua Tentang Cara memperoleh ahk milik, pasal 584 KUH Perdata, yang menyatakan " Hak, Milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan kepemilikan, karena perlekatan; karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang sebagai pewaris setelah ia meninggal dunia, dan berpindahnya harta kekayaan Pewaris kepada ahli waris
Menurut Djaja S. Meliala dalam bukunya Hukum Waris , bahwa pengertian Hukum Waris adalah ketentuan yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan (Hak dan Kewajiban) dari seseorang yang meninggal dunia kepada seorang atau lebih.
Dalam bab ke dua belas Tentang Pewarisan karena kematian, pada pasal 830 KUH Perdata, Pewarisan hanya berlangsung karena kematian; Pasal 831 Apabila beberapa orang antara mana yang satu adalah untuk menjadi waris yang lain, karena satu malapetaka yang sama, atau pada satu hari, telah menemui ajalnya, dengan tak dapat diketahui siapakah kiranya yang mati terlebih dahulu, maka dianggaplah mereka telah meninggal dunia pada detik saat yang sama dan perpindahan warisan dari yang satu kepada yang lain taklah berlangsung karenanya.
Sedangkan dalam pasal 832 KUH Perdata " Bahwa menurut Undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini, Dalam hal bilamana baik keluarga sedarah maupun si yang hidup terlama diantara suammi istri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala hutangnya, sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
Dari pasal 832 KUH Perdata dapat dibagi menjadi 4 golongan :
- Golongan I : Anak yang sah, suami atau istri yang hidup lebih lama
- Golongan II : Orang tua, saudara-saudara sekandung, dan keturunan seayah atau seibu
- Golongan III : Garis keturunan ke atas, yaitu kakek, nenek, saudara dari ayah atau ibu segaris keatas.
- Golongan IV : Keluarga sedarah garis ke samping, hingga derajat keenam
834 KUH Perdata, Tiap-tiap waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang sama.
Bagaimana cara memperoleh waris menurut undang-undang ?
- Dalam pasal 832 KUH Perdata, yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama ( Secara ab intestato );
- Pada bagian ke dua KUH Perdata, Tentang kecakapan seorang untuk membuat surat wasiat atau menikmati keuntunga dari surat yang demikian, pasal 899 berbunyi Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam pasal 2 Kitab Undang-undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat (Testamentair) , seorang harus telah ada tatkala si yang mewariskan meninggal dunia, dan ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang menerima hak untuk menikmati sesuatu dari lembaga-lembaga.
Sumber hukum :
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Djaja S. Meliala, 2018, Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bandung, Nuansa Aulia
- Effendi Perangin, 2020, Hukum Waris , Jakarta, Raja Grafindo Persada
- Hilman Hadikusuma, 2010, Antropologi Hukum Indonesia, Bandung, Alumni Bandung
- Sudarsono, 1994, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta, Rineka Cipta