Pengertian Hukum Waris Dalam Prespektif BW


www.kantorhukumpuguhtriwibowo.com
- Kita harus memahami pengertian hukum waris yang diatur dalam buku II KUH Perdata, yang memandang bahwa hak mewaris adalah hak kebendaan atas harta kekayaan orang yang meninggal dunia sebagaimana dalam pasal 528 KUH Perdata menurut Djaja S. Meliala, S.H.,M.H., dalam karya bukunya, dan ditulis juga dalam pasal 584 KUH Perdata bahwa hak mewaris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik, sehingga hukum waris ditempatkan dalam buku II KUH Perdata. Sedangkan menurut Prof.Dr.H Eman Suparman, S.H.,M.H.,  Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris tersebut erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, bahwa setiap manusia memiliki perbedaan peristiwa hukum yang disebut dengan kematian, dan hukum ditimbulkan akibat adanya peristiwa hukum yaitu kematian seseorang. 

Ada banyak pengertian tentang Hukum Waris yang banyak di tulis oleh berbagai kalangan praktisi hukum atau akademisi, ada yang mengatakan bahwa Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Dalam pasal 830 KUH Perdata menyebutkan bahwa "Pewarisan hanya berlangsung karena kematian", 

Menurut beberapa penulis seperti Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa warisan bukan hanya soal apa dan bagaimana adanya hak-hak dan kewajiban tentang harta kekayaan seseorang pada waktu meninggal dunia, maka kekayaannya akan beralih kepada orang yang masih hidup.

Dalam hal kematian seperti yang disebutkan dalam pasal 836 KUH Perdata, " Dengan mengingat akan ketentuan dalam pasal 2 Ktab ini,supaya dalam bertindak sebagai waris, seorang harus telah ada pasa saat warisan jatuh meluang". 

Dalam Undang-undang terdapat 2 (dua) cara untuk mendapatkan warisan :

  1. Dalam pasal 832 KUH Perdata, Secara ab intestato yaitu yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar kawin dan suarmi atau istri yang hidup terlama, Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam empat golongan yang masing-masing merupakan ahli waris golongan pertama, kedua dan golongan keempat.
  2. Dalam pasal 899 KUH Perdata , secara Testamen yaitu surat wasiat, dalam hal ini pewaris membuat surat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat wasiat atau testamen sehingga para pewaris mendapatkan hak sesuai dengan wasiat tersebut.
Sedangkan menurut Soepomo mengatakan bahwa hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang yang tidak berwujud benda dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. 

Berbeda lagi dengan pendapat dari R. Santoso Pudjosubroto, bahwa hukum waris merupakan hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

Untuk itu perlu diketahui bahwa ada sifat-sifat hukum waris yang berlaku di Indoonesia, bahwa bentuk dan sistem hukum waris sangat erat hubungannya dengan bentuk dari masyarakat dan sifat kekeluargaan dari masyarakat Indonesia itu sendiri, dan terpengaruh dengan lokasi geografis.

Sifat hukum waris menurut KUH Perdata, dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
  1. Sistem Patrilineal
  2. Sistem Matrilineal
  3. Sistem Bilateral. 
1. Sistem Patrilineal, pada prisipnya adalah sistem yang mengambarkan tentang bagaimana menarik garis dari keturunan Bapak atau garis keturunan dari nenek moyangnya yang laki-laki. 
2. Sistem Matrilineal, pada prisipnya adalah sistem yang mengambarkan tentang bagaimana menarik garis dari keturunan ibu atau garis keturunan dari nenek moyangnya yang perempuan.
3. Sistem Bilateral, pada prisipnya adalah sistem yang mengambarkan tentang bagaimana menarik garis dari keturunan Bapak dan ibu atau garis keturunan dari nenek moyangnya yang laki-laki dan perempuan, sehingga tidak ada perbedaan dalam pembagian warisan dari nenek moyang.

Sumber Hukum :
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
  3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 

Referensi : 
  1. Hukum Waris Indonesia Dalam Prespektif Islam, adat , dan BW , Prof.Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H.
  2. Hukum Waris Menurut KUH Perdata , Djaja S. Meliala, S.H.,M.H.
  3. Hukum Waris, Effendi Perangin, S.H.  

Lebih baru Lebih lama