penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian

 


Jakarta, www.kantorhukum-puguhkribo.com - Menurut R. Subekti Membuktikan adalah menyakinkan hakim dengan kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "Bukti" terjemahan dari Bahasa Belanda, bewijs diartikan sebagai sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Sedangkan menurut Sobbi Mahmasoni, membuktikan suatu perkara adalah mengajukan alasan dan memberikan dalil sampai dengan batas yang meyakinkan. Artinyabl, hal yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasar penelitian dan dalil-dalil itu. 

Jika menurut Eddy O.S. Hiariej mendefinisikan hukum pembuktian sebagai ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian, sedangkan pembuktian pidana adalah ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti serta penyampaian bukti di pengadilan, serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian dalam perkara pidana. 

Pembuktian dilihat dari perspektif hukum acara pidana, ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa maupun penasehat hukum. Semua terikat pada tata cara, penilaian alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang. 

Ada beberapa Karakter Pembuktian secara fundamental terkait pembuktian :

  1. Harus relevan dengan perkara yang sedang terjadi;
  2. Bukti harus diterima atau admissible;
  3. Exclusionary rules 
  4. Bukti yang relevan dapat diterima dan dievaluasi oleh hakim. 
Perkembangan hukum pembuktian sangat berpengaruh bagi perkara yang sedang ditangani dan bukti yang dimiliki. Salah satunya adalah perkembangan teknologi informasi, media sosial dan berbagai teknologi yang telah beredar, sehingga tidak menutup kemungkinan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, sedangkan Tindak pidana khusus masing-masing memiliki pembuktian tersendiri seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Hukum pembuktian bukanlah sistem yang teratur. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Kuat dan lemahnya pembuktian tergantung pada kesesuaian fakta yang saling berkaitan, dan jika fakta tidak bisa mendukung dan tidak bisa meyakinkan hakim maka akan mengalami Factum probandum, yaitu ketidaksesuaian sehingga pembuktian dianggap lemah. 

Sumber hukum :
  1. KUHP
  2. KUHAP
  3. UU NO 11 Tahun 2008
  4. UU TPPU 
Referensi :
  1. R. Subekti, Hukum Pembuktian (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), hlm. 1
  2. Andi Hamzah, Kamus Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 83
  3. Eddy O. S. Hiariej, Teori & Hukum Pembuktian (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012)

Penulis 
Adv & Konsultan Hukum
Puguh Triwibowo, S.T., S.H.

Lebih baru Lebih lama